News Ticker:

Home » , » The Fallen Rohis

The Fallen Rohis

Oleh: R. Andhika Putra Dwijayanto, alumni DKM TM 2011

Di anime Digimon, ada satu karakter yang punya julukan “The Fallen Angel”. Namanya Devimon. Kenapa dijuluki The Fallen Angel? Soalnya, menurut sumber dari Digimon Wikia, si Devimon ini awalnya adalah malaikat. Cuman, gara-gara jiwanya rusak, korup, akhirnya dia berubah jadi iblis. Dengan penampilan mengerikan dan serba hitam, si Devimon ini sama sekali nggak ada miripnya sama Angemon, yang (katanya sih) representasi dari malaikat. Dan jangan lupa, yang kayak beginian pasti jadi tokoh jahat di anime itu.

Doni               : Terus apa hubungannya sama rohis?
Andhika          : Maksudnya?
Doni               : Ya ente ngapain bikin judul The Fallen Rohis? Emangnya ada rohis yang jadi korup dan   jahat kayak di anime itu?
Andhika          : Kalem aja, brow. Ane baru mulai, nih.

Well, sebenarnya aku bilang The Fallen Rohis bukan maksud mau bilang kalau rohis itu tiba-tiba jadi berjiwa jahat dan doyan ngegebugin orang pake gergaji mesin, bukan itu. Mana mungkin lah ada anak rohis yang begitu polos dan unyu-unyu bisa jadi psikopat tingkat dewa yang suka ngayunin sabit raksasa kemana aja, kecuali dia juga sering bergaul sama Chuck Norris atau Mad Dog. Yang jelas, bukan itu yang kumaksud.

Terus apaan, dong?

Karena penonton sudah mulai penasaran, mari kita bunyikan drum dan mulai ceritanya.

(ba dum, tss)

Kalau disebut kata rohis, maka apa yang orang-orang pikirin pertama kali? Mungkin kumpulan anak-anak muda yang rajin ke masjid, suka ngaji, sering jadi imam shalat, dan paham banyak hal tentang Islam, seenggaknya kalau dibandingkan sama anak-anak muda mainstream lain. Paling gampang diidentifikasi itu yang perempuan, soalnya biasa pake kerudung lebar dan malah sebagian ada yang pake jilbab (sekalipun di sekolah). Jalan juga biasanya nundukin kepala dengan alasan ghadul bashar. Al-Qur’an dan buku-buku keislaman selalu dibawa di tasnya (dibaca atau nggak itu urusan lain). Kalau ngomong pun, seringkali pakai bahasa Arab, kayak “akhi”, “ukhti”, “afwan”, “syukran”, dan sejenisnya. Jangan lupa, kalau ngomong sama lawan jenis pun, pasti pandangannya ditundukin juga.

Kurang lebih itu pikiran mayoritas orang terhadap para anggota rohis. Pokoknya, anak-anak rohis itu dianggap sebagai anak-anak yang shalih dan shalihah (halah, nggak ada bahasa yang lebih keren, apa?). Tapi, apa benar begitu?

Allah menciptakan alam semesta, manusia, dan hidup ini serba terbatas. Kalau sesuatu nggak terbatas, berarti dia juga nggak sempurna. Karena terbatas menandakan ketidaksempurnaan. Apapun yang diciptakan terbatas, kalau dia membuat sesuatu, maka buatannya itu pasti terbatas juga, sama-sama nggak sempurna. Kekurangan di sana-sini pasti bakalan kelihatan. Sama halnya dengan rohis, sebagai sebuah struktur organisasi yang dibuat oleh manusia, makhluk yang sangat terbatas, lemah, dan saling membutuhkan.

Memang, sebagian besar dari yang dilihat oleh orang-orang luar terhadap rohis itu benar adanya. Bahwa anak-anak muda polos dan unyu-unyu yang dibina di dalamnya dibentuk supaya jadi generasi muda yang taat syariat dan mau bergerak demi kepentingan umat. Namun begitu, selalu saja ada setitik nila dalam susu. Dan itu bakalan bikin susu sebelanga jadi rusak semua.

Anak-anak rohis bisa bertransformasi (jangan nyambung ke film Transformer) dari seorang anak muda mainstream jadi pemuda tangguh pembangkit peradaban, bukan perkara gampang. Kayak udah disebutkan tadi, ada pembinaan di dalamnya. Pembinaan mulai dari hal-hal yang paling mendasar dalam hidup, yaitu ‘uqdatul kubra, sampai ke masalah-masalah lain yang lebih kompleks, senantiasa disalurkan dari pihak sesepuh (kakak kelas) di rohis maupun pembinanya. Nggak cukup cuma menularkan ilmu, para kader-kader rohis ini juga kudu menerapkan ilmu yang didapatkannya, tentunya sesuai konteks. Nggak mungkin kalau udah tahu bahwa hukum bagi pencuri itu dipotong tangannya, terus kemana-mana bawa kapak di tas buat jaga-jaga. Kalau ada buronan yang didakwa kasus pencurian di toko emas lewat di depan mata, tinggal disabetin aja kapaknya. Ya ngawurlah, itu kewajiban negara buat mengeksekusi pencuri.

Persoalannya, karena para sesepuh dan pembina rohis juga manusia, jelas banget kalau dalam membina, pasti ada kekurangan. Bukan satu-satunya faktor, tapi itu juga bisa jadi yang mengakibatkan munculnya The Fallen Rohis dari tahun ke tahun.

Kepengurusan rohis kadang-kadang kurang maksimal dalam memberikan pembinaan ke adik-adik tingkatnya, dan kurang dekat dengan teman-teman seangkatannya. Itu bisa dimaklumi, namanya juga manusia. Kesibukan orang mungkin nggak cuma di satu tempat aja, kan? Biar begitu, seringkali ini jadi berakibat fatal bagi rohis itu sendiri. Kader-kader yang kurang perhatian dari rohis banyak yang muntaber (mundur tanpa berita, minjem istilah dari guru SMA), dan bahkan terjebak dalam perilaku para anak muda mainstream lain. Salah satunya, yang paling klasik, dan paling sering menimpa anak-anak rohis, yang saking seringnya sampai-sampai aku bosan mengurusinya, pacaran.

Yang bikin khawatir itu kalau udah terjebak dalam pola hidup jahiliyah kayak pacaran. Kejadian ini bukan cuma sekali-dua kali. Tiap tahun, tiap kepengurusan, tiap sekolah, pasti ada aja anggota rohis yang terjebak dalam ikatan haram ini. Nggak yang udah sepuh, nggak yang masih imut-imut, selalu ada yang jadi korban. Deket sama lawan jenisnya, mulai akrab, sering bareng, dan voila! Jadian deh. Pada minta ditabok pake gada tuh, heheh.. #psikopat

Bahkan bukan cuma menimpa yang masih dalam kepengurusan. Yang udah alumni juga ada kemungkinan kena. Malah kemungkinannya lebih tinggi, soalnya pas lepas dari sekolah, yang udah ada indikasi The Fallen ini bakalan lebih gampang terpengaruh suasana barunya. Akhirnya, ya terjebak-terjebak lagi.

Entah udah berapa ribu kasus kayak begini yang menimpa anak-anak rohis. Dulu pas aku masih jadi pengurus rohis, entah berapa orang yang hilang dari keanggotaan gara-gara terjebak pacaran dan muntaber lalu ujung-ujungnya kongkow bareng para berandal. Di kepengurusan sebelumnya, juga pernah kejadian. Kepengurusan setelahnya? Bahkan ada yang lebih parah, punya kedekatan tersembunyi selama bertahun-tahun! Dan yang nyadar bin curiga tentang itu cuma segelintir dari anggota rohis, sebelum benar-benar terbongkar.

Yang udah lulus SMA pun nggak ada jaminan bahwa dia bakalan lurus-lurus aja. Ada adik kelasku yang awalnya lurus-lurus aja setelah beberapa bulan lulus SMA tapi belum lanjut ngaji di kampusnya. Sekarang? Akhirnya kejebak-kejebak juga.

Dalam pandangan subjektifku sih, paling banyak menjerat anggota rohis itu ya masalah interaksi, ijtima’i, yang ujung-ujungnya ke pacaran. Mayoritas kasus ya kayak begitu. Diawali gara-gara interaksi yang berlebihan (bahkan sesama anggota rohis sekalipun), disembunyikan dari pandangan umum (awalnya doang, nanti juga dibongkar sendiri), ditambah faktor kurang teguran atau pemberian pemahaman, akhirnya merebaklah kasus anak rohis pacaran.

Yang model-model begini yang kumaksud sebagai The Fallen Rohis. Atau, dalam bahasa Indonesia yang agak kasar, Rohis Gagal. Gagal dalam pembinaan, dan gagal dalam menerapkan pemahamannya di kehidupan nyata.

Tanpa bermaksud menyerang, biasanya The Fallen Rohis ini seringkali bikin citra buruk di rohis itu sendiri. Ibarat pakai pakaian putih bersih kinclong habis dicuci pake bayclin segentong, setitik noda hitam aja bakalan kelihatan sama orang lain. Dan itu cukup buat menjadikan rohis dicaci maki dari depan-belakang. Faktanya memang begitu.

“Ih, anak rohis kok pacaran?”
“Ngomongnya aja rohis, noh lihat, doyan kongkow bareng anak-anak baragajul!”

Kira-kira kalimat-kalimat sejenis itu yang biasa keluar dari orang-orang di luar rohis menanggapi apa yang dilakukan The Fallen Rohis.

Memang patut disayangkan. Keberadaan The Fallen Rohis ini akan mengganggu citra rohis yang dianggap anak baik-baik. Mungkin udah waktunya para pengurus rohis, alumni, dan The Fallen Rohis itu sendiri untuk saling evaluasi diri. Para pengurus rohis, cobalah untuk lebih perhatian terhadap para anggotanya. Pembinaan juga jangan sampai lengah, itu penting banget buat membentuk kepribadian muslim yang kuat di diri para anggota rohis. Juga, jangan segan-segan menegur kalau ada indikasi anggotanya yang nggak beres. Kalau perlu, tindak tegas kalau memang udah bikin keki tingkat tinggi.

Buat para alumni, memang pasti pada sibuk dengan amanah baru di lingkungan barunya. Tapi nggak ada salahnya punya inisiatif buat nengok kondisi rohis tempatnya dibina dulu, buat memastikan kalau kondisi di sana baik-baik aja. Dan nggak lupa juga ngasih masukan dan sharing experience sama adik-adik kelasnya. Apalagi kalau rohisnya itu lagi ada dalam bahaya besar nan mengancam, turun tangan toh nggak ada salahnya juga.

Dan The Fallen Rohis sendiri, bukan berarti semuanya nggak paham ilmunya makanya pada terjerat kasus. Bisa jadi memang karena kalian kurang perhatian. Tapi apa itu cukup jadi alasan? Cobalah, gunakan akal sehatnya. Biar gimana juga, citra rohis udah melekat di dalam diri kalian. Maka apapun yang dilakukan, orang-orang akan menilainya sebagai representasi dari rohis. Kalau bertindak aneh-aneh, yang kena masalah siapa? Apalagi, pasti nggak enak kalau putus silah ukhuwah gara-gara itu. Khawatir ditegur teman rohis lain, akhirnya milih menjauh, hilang komunikasi, facebook di-remove, twitter diblokir, SMS gak pernah balas, telpon gak pernah diangkat. Apa nyaman kayak gitu? Dan lebih utama lagi, ini urusan pertanggungjawaban dengan Allah. Seorang yang paham ilmu, tapi nggak melaksanakan dan malah melanggar, konsekuensinya jauh lebih berat daripada yang emang belum paham darisananya. Nggak ada satupun yang lepas dari pandangan dan penilaianNya. Semua ini demi kebaikan bersama juga kok.

Rohis itu kumpulan manusia, bukan kumpulan malaikat. Kesalahan pasti selalu menghinggapi mereka. Tapi bukan berarti kesalahan-kesalahan fatal bisa ditolerir begitu aja, nggak gitu. Cobalah semua pihak saling pengertian satu sama lain, supaya fungsi rohis bisa berjalan baik, kesalahan itu bisa ditekan seminimal mungkin, dan mampu melahirkan banyak generasi muda kaum muslimin yang siap memperjuangkan dan membela Islam. Jangan sampai lah, anak-anak rohis ini kelak nantinya bakalan sama-sama aja kayak anak-anak mainstream yang nggak pernah dapat pembinaan dan pemahaman tentang Islam yang kaffah. Ingat pula, kalau segala sesuatu yang dilakukan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak, nggak ada satu halpun yang bisa lolos dari penghakimanNya.

Subjektif? Bisa jadi. Tapi toh, terserah pembaca mau menilai kayak gimana. Boleh setuju, boleh nggak. Toh ini cuma sebatas pandangan pribadi, yang kesal dan geregetan dengan kondisi rohis di daerah asalku, sampai-sampai pengen nabokin satu-satu orangnya pake raket listrik raksasa. #eh #abaikan #nggakpenting

Yogyakarta, 2 April 2013
Sambil nunggu tengah malam datang, detik-detik menyambut kesunyian, menuju hari dan harapan baru.. #maboksastra
Share this article :

0 komentar:

Baca Juga

LOMBA PENULISAN (JANUARI)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Forum Alumni DKM Talimul Muta'allim - All Rights Reserved