News Ticker:

Home » , » Antara Intra dan Ekstra Parlemen

Antara Intra dan Ekstra Parlemen


[pahlawan bertopeng]. Jika kita telaah, logika perjuangan menegakkan syariah islam via parlemen (melalui mekanisme pemilu) memang sepertinya lebih mudah dicerna dibandingkan dengan perjuangan ekstra parlemen: mendirikan partai politik, ikut dalam pemilu, berkampanye, mengumpulkan suara sebanyak-banyaknya, duduk di parlemen dengan suara mayoritas (minimal 50% plus sati), kemudian mengubah hukum menjadi syariah islam. Oleh karena itu, wajar saja jika pemahaman umat tentang perjuangan menegakkan syariah islam lewat ekstra parlemen masih sangat kabur. Bahkan hapir bisa dikatakan bahwa dalam benak sebagian besar umat islam tidak ada sedikitpun gambaran kemungkinan penegakkan syariah islam melalui perjuangan ekstra parlemen kecuali dengan jalan kekerasan atau kudeta berdarah.


Mungkinkah Perubahan melalui Parlemen??
Yang dimaksud dengan penegakkan syariah islam adalah menerapkan seluruh hukum-hukum syara’ (islam) dalam masyarakat secara legal formal menjadi konstitusi dan perundang-undangan pada sebuah Negara. Ini berarti, penegakkan syariah islam bukanlah sekedar menempelkan hukum-hukum isalm dalam bingkai (asas dan konstitusi) kufur dan bukan pula sekedar perbaikan parsial. Penegakkan syariah islam adalah perubahan secara total, perubahan asas dan konstitusi Negara serta perubahan karakter dan budaya masyarakat. Intinya adalah perubahan Negara dan masyarakat menuju tatanan yang islami. Permasalahan sekarang, mampukah melakukan perubahan seperti itu dengan perjuangan intra parlemen??

Untuk memahami hal itu, kita bisa menganalisis melalui pendekatan historis dan empiris. Secara historis, hampir seluruh perubahan masyarakat di dunia yang bersifat total (menyeluruh dan mendasar) selalu diwujudkan tanpa melibatkan parlemen. Sejarah merupakan saksi bagi banyak perubahan masyarakat di dunia ini. Keberhasilan Rasululah saw. dalam merubah masyarakat Arab jahiliyyah menjadi masyarakat yang islami, jelas-jelas tanpa melalui parlemen –yang memang pada waktu itu tidak ada. Tapi, kalaupun parlemen diartikan sebagai sebuah system kufur, Rasulullah juga tidak pernah terlibat didalamnya meskipun tujuannya untuk menegakkan islam. Padahal seandainya mau, pada saat itu Rasulullah ditawari kekuasaan oleh kafir Quraisy. Namun, Rasulullah saw. malah menolaknya dan tidak mau berkompromi dengan system kufur yang ada.

Sejarah juga mencatat Negara-begara Eropa berubah dari Negara teokrasi menjadi nagara sekuler tanpa melalui perjuangan parlemen. Rusia berubah dari system feodal menjadi komunis, lalu berubah lagi menjadi system kapitalis juga tanpa melibatkan parlemen. Demikian juga perubahan di Turki dari sebuah Negara islam menjadi Negara republik-sekuler.

Secara historis pula, belum pernah tercatat satupun gerakan yang melakukan perjuangan melalui parlemen berhasil melakukan perubbahan masyarakat –terlebih menuju masyarakat islam. FIS di al-Jazair, Partai Refah di Turki, PAS di Malaysia, Masyumi di Indonesia, Islamic Action Front di Yordania, Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Hamas di Palestina adalah contoh nyata perjuangan via parlemen hanya meniscayakan kegagalan. Hal sebaliknya terjadi di Rusia. Gerakan Komunis berhasil mengambil alih kekuasaan dan mengubah masyarakatnya melalui Revolusi Bolsheviks meskipun tanpa melalui parlemen.

Ini saja sudah cukup untuk membuktikan ketidakmungkinan perubahan melalui parlemen dan memberikan bukti bahwa perjuangan ekstra parlemenlah yang memungkinkan dan bisa melakukan perubahan.

Selanjutnya secara empiris. Salah satu argument yang digunakan mereka yang menempuh perjuangan intra parleman adalah semakin banyaknya kursi di parlemen yang diduduki oleh partai islam maka (pendapat mereka) suara islam akan semakin nyaring dan aturan-aturan islam akan menjadi lebih mudah untuk diterima sebagai aturan Negara. Selintas sepertinya memang masuk akal, tapi ada beberapa hal yang nampak kurang disadari oleh mereka (termasuk partai-partai islam saat ini), seperti:
  1. Banyaknya partai-partai islam membuat suara islam terpecah sehingga tidak mungkin ada partai islam yang mendapat suara cukup besar. Sebagai konsekuensinya, wakil partai diparlemen tetap sedikit.
  2. Dengan jumlah yang sedikit dan masing-masing partai memiliki kepentingan sendiri-sendiri, maka sura dari partai-partai islam menjadi tidak berarti dalam parlemen yang bersistem kufur (demokrasi).
  3. Adanya partai islam yang berkoalisi dengan partai nasionalis ataupun sekuler membuat suara umat menjadi hilang.
  4. Pemacahan masalah dalam parlemen dilakukan berdasarkan demokrasi. Dengan beragamnya kelompok di parlemen, maka partai islam harus tetap mengakomodasi berbagai kepentingan yang ada termasuk kelompok-kelompok anti islam. Akhirnya, pemecahan yang diambil tak lagi murni solusi islam tapi lebih bersiafat kompromistik.
  5. Perjuangan melalui parlemen bersifat parsial bahkan seringkali hanya mengedepankan esensi.
Fakta empiris di atas meniscayakan penegakkan syariah islam melalui parlemen hanya akan menemukan kegagalan.

Perjuangan Ekstra Parlemen
Benar, bahwa diantara yang berjuang secara ekstra parlemen ada yang menempuh jalan fisik atau kekerasan (militer atau mengangkat senjata). Akan tetapi, bila dikatakan bahwa perjuangan ekstra parlemen hanya bisa dilakukan dengan kekerasan atau mengangkat senjata adalah salah. Hal itu dikarenakan masih ada bentuk perjuangan ekstra parlemen selain kekerasan atau mengangkat senjata.

Selain itu, secara historis maupun empiris, perjuangan penegakkan syariah islam melalui jalan kekerasan dan mengangkat senjata pun hanya meniscayakan sebuah kegagalan sepertinya perjuangan via intra parlemen. Belum terukir dalam sejarah, satu gerakan pun yang berhasil menegakkan syariah islam melalui perjuangan fisik atau militer. Contohnya adalah Tanzhimul Jihad di Mesir begitupula DI/TII di Indonesia.

Dari segi empiris pun, perjuangan menegakkan syariah islam dengan jalan kekerasan (mengangkat senjata) ini ternyata memiliki kelemahan seperti:
  1. Mengangkat senjata berarti melakukan benturan langsung secara fisik dengan komponen umat. Alih-alih disambut oleh seluruh komponen umat untuk bersama-sama menegakkan syariah, yang terjadi justru akan memunculkan antipati dari umat sendiri. Contohnya kelompok Imam Samudera.
  2. Perjuangan mengangkat senjata membutuhkan dana yang sangat besar. Ketika cadangan senjata dan dana habis, kondisi ini akan memaksanya untuk meminta bantuan atau minimal menerima bantuan pihak luar, yang pada faktanya pihak luar ini adalah Negara-negara kafir yang justru memusuhi islam. Sehingga akhirnya, perjuangan pun tidak lagi murni untuk menegakkan syariah islam akan tetapi lebih pada menuruti keinginan pihak luar tadi.
  3. Perjuangan mengangkat senjata/kekerasan mudah dihancurkan oleh Negara-negara kafir. Hal itu disebabkan karena Negara-negara kafir memiliki alasan kuat untuk melakukan intervensi langsung.
  4. Hal yang tak boleh dilupakan bahwa penegakkan syariah islam adalah dalam rangka menghancurkan dan menggati pemikiran, perasaan, aturan dan ideologi yang kufur. Dan kita tahu, pemikiran, perasaan dan peraturan tidak bisa diubah dengan jalan kekerasan.
Lalu, seperti apakah perjuangan ekstra parlemen yang tanpa kekerasan??
Sekali lagi, penegakkan syariah islam adalah perubahan masyarakat (termasuk didalamnya Negara) dari masyarakat kufur menjadi masyarakat islam. Dan jika kita pahami, masyarakat bukanlah sekedar kumpulan individu-individu saja. Masyarakat terbentuk dari sekelompok manusia yang melakukan interaksi secara terus-terus menerus dan interaksi ini terjadi karena adanya pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama pada sekelompok manusia tadi. Hal ini bisa dibuktikan dengan cara menganalisa apa yang sebenarnya membedakan antara masyarakat sosialis, kapitalis dan masyarakat islam. Siapapun orang yang mengamati ketiga jenis masyarakat tersebut secara mendalam, maka akan menyimpulkan bahwa ketiganya dibedakan oleh oleh pemikiran, perasaan dan peraturan yang diadopsi oleh anggota masyarakatnya. Kesimpulannya, merubah masyarakat sebenarnya adalah merubah pemikiran, perasaan dan peraturan yang mengatur masyarakat itu. Karena dengan terjadinya perubahan pemikiran, perasaan dan peraturan dimasyarakat itulah yang akan menghasilkan perubahan masyarakat secara mendasar.

Aktivitas merubah pemikiran, perasaan dan peraturan ini ialah dengan cara melakukan pembinaan yang terus menerus terhadap masyarakat dengan jalan pergulatan pemikiran (shira’ul fikriy) dan perjuangan politik (kifahus siyasiy) seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.. Sejak diutus, Rasulullah saw. melakukan perubahan pemikiran dalam diri bangsa Arab saat itu. Pemikiran Laa Ilaaha Illallah yang beliau tanamkan mengubah mereka yang sebelumnya menyembah patung beralih kepada penyembahan hanya pada Alah swt. semata. Rasulullah saw. mengubah pemikiran mayarakat bahwa Allah swt. tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Nya.

Dengan penanaman pemikiran aqidah dan syariah, Rasulullah saw. pun berhasil mengubah tolok ukur aktivitas kehidupan masyarakat dari manfaat-egoisme menuju tolok ukur halal-haram, dari hawa nafsu ke wahyu. Selain itu, banyak nash-nash al-Qur’an maupun perbuatan Nabi saw. yang menunjukkan adanya pergolakan pemikiran (shiro’ul fikriy) untuk menentang ideologi, aqidah dan peraturan kufur bukan malah berkompromi dengannya (lihat QS al-Anbiya [21]: 98, al-Muthaffifin [83]: 1-3, dll).

Sedangkan aktivitas yang bersifat politik, hal itu dijelaskan dalam banyak ayat al-Qur’an dan juga siroh Rasul seperti:
  1. Melakukan penentangan terhadap penguasa yang menerapkan hukum kufur dan membongkar makar mereka (lihat QS al-Mudatsir [74]: 11-12; 18-26, al-Lahab [111]: 1-5, al-‘Alaq [96]: 15-16, dll).
  2. Menjelaskan kesesatan dan kebobrokan sistem kufur (contoh: menentang ikatan kesukuan dan sistem perbudakan).
  3. Rasulullah menda’wahi kelompok-kelompok yang kuat untuk masuk islam dan berpegang teguh padanya serta melindungi da’wah dan menolongnya sambil melobi kelompok tersebut untuk menyerahkan kekuasaan pada beliau (tholabun nushroh) seperti yang dilakukan beliau pada kabilah Tsaqif, Qindah, Hanifah, ‘Amar bin Sha’sha’ah, ‘Aus dan Khajraj.
Inilah metode penegakkan (syariah) islam yang ditempuh oleh rasulullah SAW. Metode ini bersifat amal jama’i (aktifitas kelompok bukan perorangan), la-madiyyah (tanpa kekerasan). Fikriyyah (pemikiran) dan siasiyyah (politik) serta ekstra perlementer (tidak masuk kedalam perlemen atau system kufur). Dengan demikian keberadaan parlemen tidaklah dibutuhkan bagi perubahan masyarakat yang mendasar. Karena pada faktanya parlemen justru hadir untuk mempertahankan status quo (system pemerintahan demokrasi yang tengah berkuasa).

Inilah fakta empiris bahwa perjuangan ekstra parlemenlah yang bisa melakukan perubahan. Secara historispun telah terbukti gerakan ekstra perlemenlah yang berhasil melakukan perubahan masyarakat itu, termasuk perubahan menuju masyarakat islam. Tinta emas sejarah telah menggoreskan keberhasilan perjuangan ekstra parlementer yang dilakukan oleh rasulullah dalam merubah masyarakat Arab jahiliyyah menjadi masyarakat islam dengan tegaknya syariat islam secara sempurna dalam naungan daulah khilafah islamiyah di Madinah.

Jadi jelaslah, perjuangan ekstra parlementer bukan saja memungkinkan atau bisa mencapai penegakan syariat islam secara total. Tapi juga harus ditempuh oleh kaum muslimin yang mengupayakan tegaknya syariat islam. Karena begitulah metode yang ditempuh oleh Rasulullah SAW.
Share this article :

1 komentar:

Rengga Kandha mengatakan...

Pendahulu kami bersumpah, namun dianggap sampah oleh mereka yang berkuasa saat ini dengan mengabaikan banyak hal. Maka hari ini kami kembali memperbaharui sumpah PEMUDA Indonesia menjadi:
Kami Pemuda Indonesia bersumpah:
Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan,
Berbangsa satu bangsa yang gandrung akan keadilan,
Berbahasa satu bahasa anti Kebohongan....

Baca Juga

LOMBA PENULISAN (JANUARI)

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Forum Alumni DKM Talimul Muta'allim - All Rights Reserved